Tetapi kenyataan di lapangan, produksi cenderung merosot, ketergantungan pada impor dengan segala dampak negatifnya semakin parah. Impor tahun 2007 mencapai 1,3 juta ton atau dua kali lipat produksi dalam negeri. Padahal, Badan Litbang Pertanian cukup produktif, telah menghasilkan lebih dari 60 varietas unggul kedelai dengan tingkat produktivitas serta aneka kegunaan yang bisa bersaing dengan negara-negara asal impor. Ada sudah perangkat-perangkat teknologi produksi untuk berbagai agroekosistem yang dominan untuk pengembangan/perluasan areal tanam di Indonesia. Diantaranya paket teknologi budidaya kedelai untuk lahan kering masam, lahan sawah, lahan pasang surut dan teknologi pengelolaan tanaman secara terpadu (PTT). Areal yang potensial untuk pengembangan produksi juga cukup luas tersebar di belasan propinsi.
Varietas unggul merupakan kunci utama peningkatan produksi. Namun, sebagaimana dikemukakan Kepala Badan Litbang Pertanian DR. Ahmad Suryana sekitar awal tahun ini, keberhasilan pengembangan varietas unggul ditentukan pula oleh faktor lainnya, terutama ketersediaan benih dan mutu benih itu sendiri. “Penggunaan benih bermutu tinggi merupakan prasyarat utama dalam budidaya kedelai."
Sistem Jabalsim
Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian (Balitkabi) Malang yang menjadi wadah penggodokan varietas-varietas unggul kedelai Indonesia itu dalam satu uraiannya mengakui tidak atau belum berkembangnya sistem penangkaran benih kedelai di negeri ini. Yang dikemukakan sebagai salah satu penyebabnya ialah bahwa dibandingkan dengan benih padi dan jagung, harga benih kedelai relatif murah namun proses produksinya lebih sulit. Untuk memecahkan masalah ini, Balitkabi menggagas agar sistem "Jalur Benih Antar-Lapang dan Musim" yang disingkat "Jabalsim" perlu dikembangkan di waktu mendatang.
Sumber: www.sinartani.com
0 komentar:
BERIKAN KOMENTAR ANDA