Pengembangan tanaman hortikultura oleh petani miskin-sumberdaya (resource-poor farmers) pada umumnya kurang memuaskan. Salah satu penyebabnya adalah ketidakmampuan petani untuk memenuhi kebutuhan pupuk buatan bagi tanaman yang dikembangkannya. Untuk mengatasinya maka perlu dikembangkan potensi lokal yang dapat dijadikan sebagai substitusi pupuk buatan. Di Kalimantan Tengah, Salvinia sp merupakan salah satu paku air yang pertumbuhannya sangat ekspansif dan sering dimanfaatkan sebagai pakan ternak karena kaya akan protein.
Potensi lahan kering di Kalimantan Tengah seluas 7,7 juta hektar belum termanfaat secara optimal. Pada umumnya jenis tanah yang mendominasi adalah paleudults dan tropoquepts. Jenis tanah dari ordo Ultisol pada umumnya mendominasi lahan kering di Kalimantan Tengah. Tanah ini memiliki horison dengan akumulasi liat (horison argilik), kandungan basa-basa rendah, dan mudah sekali didrainase, struktur granular rendah sehingga mudah sekali tererosi. Kandungan basa dapat ditukar dan P rendah. Pada umumnya pH rendah akibat kejenuhan Al yang tinggi. Secara spesifik kendala tanah Ultisol di Kalteng adalah kemasaman tinggi, bahan organik rendah, kapasitas tukar kation rendah, kejenuhan basa dan hara NPK rendah, serta C/N rasio rendah.
Untuk pengembangan tanaman pada lahan kering Kalimantan Tengah dengan berbagai kendala kimiawi tersebut diperlukan tindakan ameliorasi dengan memberikan kapur untuk menurunkan tingkat kemasaman menambahkan bahan organik untuk memperbaiki sifat fisik tanah, memberikan berbagai jenis pupuk untuk menambah ketersediaan hara. Ketergantungan terhadap input luar yang besar untuk meningkatkan pertumbuhan dan hasil tanaman ini dikenal dengan istilah "High External Input Approach' (HEIA). Pemanfaatan input buatan yang berlebihan dan tidak seimbang dalam sistem HEIA bisa menimbulkan dampak besar terhadap situasi ekologi, ekonomi dan sosial politik. Kendala-kendala yang dihadapi dalam pengembangan sistem HEIA adalah sifat lingkungan fisik dan atau infrastruktur komersial (transportasi desa dan sistem distribusi input yang kurang dikembangkan, institusi simpan pinjam yang kurang memadai) tidak memungkinkan pemanfaatan input luar secara luas. Seringkali digunakan pestisida dan pupuk buatan hanya dalam jumlah yang rendah dan secara sporadis, jikalau digunakanpun hanya beberapa jenis tanaman dan hanya oleh segelintir kelompok elit petani berbagai kegiatan telah dilakukan baik oleh pemerintah maupun swasta untuk meyakinkan petani. Bahkan Pemda Kalteng telah menggalakkan 'Peningkatan Mutu lntensifikasi/(PMI) pada tanaman pangan. Namun, diperkirakan ada 80% lahan pertanian yang ada saat ini dikelola dengan sedikit atau bahkan sama sekali tanpa menggunakan bahan kimia, alsintan ataupun benih unggul.
Mengingat dampak negatif, pertanian modern dari sisi ekologi, ekonomi dan sosial politik, maka pada saat ini para ahli pertanian mulai mengubah sistem HEIA menjadi LEIA (Low External Input Approarch) Sistem LEIA lebih menekankan pada pemanfaatan sumberdaya lokal yang semakin intensif dengan sedikit atau sama sekali tidak menggunakan input luar. Altieri (2000) memaparkan berbagai pendekatan ekologi untuk mengembangkan pertanian berkelanjutan di antaranya adalah mengoptimalkan penggunaan sumber daya lokal dengan mengkombinasikannya pada sistem usahatani, mengurangi penggunaan input off-farm, eksternal dan tidak dapat diperbaharui yang berpotensi merusak lingkungan, berbahaya bagi kesehatan, serta dapat mengurangi biaya variabel. Makalah ini memaparkan hasil penelitian kemungkinan Salvinia sp. yang dikomposkan dengan aktivator EM-4 menjadi pilihan untuk mensubstitusi
penggunaan urea. Kompos dan Salvinia sp. ini diujicobakan pada pertanaman cabe di lahan kering dengan harapan akan mengurangi penggunaan urea dan juga menjadi sumber bahan organik tanah.
Sumber: Tabloid Sinar Tani
0 komentar:
BERIKAN KOMENTAR ANDA