Suatu uraian yang disampaikan Sumaryono dari Balai Penelitian Perkebunan Indonesia menunjukkan sudah waktunya Indonesia untuk secara sungguh-sungguh merancang pengembangan sagu. Data yang diungkapkan antara lain potensi produksi hutan sagu Indonesia yang ditaksir mencapai 5 juta ton pati kering setahun. Ini setara dengan 3 juta kiloliter bioetanol per tahun. Kebutuhan premium nasional setahun diperkirakan 16 juta kiloliter. Pada blending premium: bioetanol 90:10, dibutuhkan 1,6 juta kiloliter bioetanol. Pati sagu dari hutan saja berpotensi memenuhi kebutuhan tersebut.
Sagu sejatinya bisa dikembangkan tanpa menimbulkan gangguan pada tanaman penghasil karbohidrat lainnya. Alasannya, sagu bisa tumbuh baik pada lahan marginal gambut, rawa, payau atau lahan tergenang lainnya. Sehingga tidak perlu berebutan lahan dengan tanaman pangan utama dan penting lainnya, karena di Indonesia pemanfaatan lahan-lahan marginal demikian masih minim.
Ada banyak alasan ilmiah untuk mengklaim sagu sebagai tanaman asli Indonesia. Ada keyakinan pusat asal sagu adalah kawasan sekitar Danau Sentani di Papua. Keragaman plasma nutfah sagu paling tinggi terdapat di daerah tersebut dan ini menjadi modal tak ternilai bagi pengembangan sagu nasional.
Faktor-faktor teknis pendukung lainnya termasuk teknik budidaya dan panen yang sederhana. Sekali tanam, jelas Sumaryono, sagu akan tetap berproduksi secara berkelanjutan selama puluhan tahun. Pada panen, yang ditebang ialah batang sagu yang menjelang berbunga (kandungan patinya tertinggi). Pohon dipotong-potong, kemudian empulurnya diolah.
Tanaman sagu dipanen sesudah berumur 8 tahun. Namun produktivitas pati sagu tidak kalah dengan tanaman karbohidrat semusim. Sagu mampu menghasilkan pati sebanyak 25 ton pati kering /ha/tahun. Angka tersebut bahkan lebih tinggi dibanding ubi kayu dan kentang dengan produktivitas pati kering l0-l5 ton/ha/tahun.
Kegunaan pati sagu juga terus berkembang yang mendorong permintaan pasar domestik dan internasional. Tepung sagu sudah mulai dikembangkan untuk kegunaan bahan baku berbagai produk makanan seperti roti, kue-kue, sirup berfruktosa tinggi, mie, dan bahan baku/pembantu pada industri lain seperti perekat, plastik, kertas, tekstil, kertas dsb. Limbah pengolahan sagu juga layak dimanfaatkan sebagai pakan ternak. Tidak ketinggalan pemanfaatannya sebagai bahan pembuatan bioetanol.
Sumber: Tabliod Sinar Tani
0 komentar:
BERIKAN KOMENTAR ANDA