
Sungai Penuh - Kabupaten Kerinci Jambi penghasil kulit manis terbesar di Indonesia, tiap tahun daerah yang paling barat Propinsi Jambi ini menghasilkan sekitar 20000 ton kulit manis kering. Sayangnya, harga kulit manis di tingkat petani masih rendah, berkisar Rp 1500 hingga 2000/kg.
Untuk meningkatkan harga kulit manis ini, Pemda Kerinci telah berupaya banyak, seperti membuat minuman dari kulit manis. Karena kurang promosi sirup kulit manis itu, hanya di kenal Kerinci saja. Bahkan di Kota Jambi, segelintir kalangan yang mengetahuinya.
Selama ini, kulit manis dijual petani, sebatas hulu saja. Sehabis ditebang, kulitnya dibersihkan, lalu dijemur hingga kering, barulah dijual. Dari tahun ke tahun, petani mengeluh rendahnya harga kulit manis.
Ternyata, kulit manis yang kering, bisa juga untuk obat-obatan. Menurut Dwi Kusumawardhani, pemerhati obat-obat alami. ”Pekerjaan menumpuk, sulit berkonsentrasi karena flu membuat hidung Anda meler alias terus mengeluarkan lendir? Gampang. Coba taburkan bubuk kayu manis pada roti bakar atau masukkan batang kayu manis pada teh hangat Anda. “ katanya.
Kayu manis adalah astringent yang membantu mengeringkan lendir berlebihan di dalam paru dan saluran hidung. Selain itu, kayu manis juga meningkatkan sirkulasi darah sehingga tangan dan kaki terasa hangat.
Ini peluang bagi masyarakat Kerinci, untuk mengolah kulit manis menjadi obat. Mungkin tahap awal, dengan cara yang sangat sederhana, kulit manis yang kering, di iris kecil-kecil atau dijadikan bubuk, dibungkus dengan rapi dan menarik, kayak permen gitu. Siapa yang mau jadi pioneer. Seperti kata Ketua Umum PAN, Soetrisno Bachir, Hidup adalah perbuatan.
Masalah berjuang, Gubernur Jambi, Zulkifli Nurdin, pernah berjanji dengan petani kulit manis di Kerinci beberapa tahun silam, akan mencari terobosan baru dalam memasarkan nya. Misalnya lewat Singapura atau Malaysia. Ide ini masuk akal juga, karena Singapura lebih dekat ke Jambi.
Namun, secara tradisional, kulit manis Kerinci dibeli oleh toke-toke dari Padang. Kemudian, di ekspor ke Eropah dengan harga yang sangat tinggi melalui Pelabuhan Teluk Bayur. Mata rantai perdaganggan ini, konon sudah berlangsung sejak zaman Belanda. Tentunya, hubungan dagang seperti ini, sangat sulit dialihkan, di sini ada kercayaan dan keberlanjutan.
Sampai saat ini, rencana Pak Gubernur untuk mengalihkan pemasaran itu belum terwujud. Tapi yang pasti beliau sudah berjuang.
Dari pada pusing memikir itu, coba peluang ini, kulit manis untuk obat flu, saya yakin bisa laris manis. Siapa berani…… (Mursyid Sonsang)
sumber: http://mursyidyusmar.wordpress.com/
0 komentar:
BERIKAN KOMENTAR ANDA